[img url="/" rel="SEURAMOE JEUMPA" src="http://1.bp.blogspot.com/-XWFdgGMuFPw/WS9BNw4AAJI/AAAAAAAAAPM/ybJ_43mbfCY2HgxN5ZQ01wVGB2pTz018wCK4B/s1600/10419684519072686025.gif"/]

Anzib Lamnyong, Maestro Aceh Pencipta Lagu Aceh Lon Sayang

Membedah Anzib Lamnyong, Maestro Aceh pencipta lagu Aceh Loen Sayang yang merupakan asal mula lagu Tanoh Lon Sayang yang telah menjadi Lagu Wajib Daerah Aceh semenjak tahun 2007 lalu.

Lagu Tanoh Lon Sayang adalah lagu Wajib Daerah Aceh selain Bungong Jeumpa dan Aneuk Yatim. Lagu ini memang sangat terkenal dikalangan masyarakat Aceh dan dan telah terpilih menjadi lagu Wajib Daerah Aceh pada tahun 2007.

Sementara itu, ada beberapa sumber yang mengatakan dan meyakini bahwa lagu Tanoh Lon Sayang merupakan ciptaan Anzib Lamnyong seorang diri dengan judul asli Aceh Lon SayangTanoh Lon Sayang yang dipercaya merupakan ciptaan komponis T. Djohan dan Anzib Lamnyong pun menjadi sedikit kontrofersi. 

Anzib Lamnyong, Maestro Aceh Pencipta Lagu Aceh Lon Sayang
Anzib Lamnyong, Maestro Aceh Pencipta Lagu Aceh Lon Sayang
(Foto: Pictaram.com)

Menurut ulasan music.or.id, mereka mengatakan bahwa Lagu Aceh Lon Sayang termaktub di halaman pertama buku Irama Dairah Atjeh dengan judul ‘Atjeh Lon Sajang’. Mereka percaya, T.  Djohan dan Anzib Lamnyong memang telah menghasilkan banyak lagu yang sekarang dianggap sebagai warisan endatu, seperti lagu Mars Iskandar Muda, Cut Nyak Dhien, Bungong Keumang, Teungku Tjhik Di Tiro, Teuku Oemar, dan lain-lain. Tetapi, setelah menemukan bukti tertulis tersebut, mereka percaya bahwa judul asli lagu Tanoh Lon Sayang adalah Aceh Lon Sayang, dan diciptakan oleh sang maestro musik Aceh, almarhum Anzib Lamnyong.

Semasa hidupnya, Anzib Lamnyong telah menciptakan ratusan lagu yang terbagi dalam tiga kategori, yaitu Irama Daerah Atjeh (1916-1967), Buhu Atjeh (1950-an) dan Irama Atjeh Baroe (sejak 1964).  Lagu Aceh Lon Sayang termasuk lagu-lagu yang diciptakannya pada masa IDA, dibuat tahun 1955 dan diberi nomor 50.

Menurut mereka, setelah buku itu diterbitkan (1966), kemungkinan besar pernah ada kolaborasi antara T. Djohan dan Anzib untuk merubah lagu tersebut, sehingga T. Djohan juga dianggap sebagai bagian dari pengarang.

Selain sebagai seorang Maestro musik Aceh, Anzib Lamnyong yang memiliki nama asli Abdul Aziz ini juga dikenal sebagai sastrawan. Pria kelahiran 1892 di Silang Kampung Rukoh (wilayah Darussalam)  Banda Aceh itu juga pernah menjadi guru di beberapa Sekolah Rakyat dan pensiun pada tahun 1957.

Kreatifitasnya bermula sejak tahun 1927 saat ia mulai menulis berbagai cerita pendek untuk dimuat di berbagai surat kabar terbitan Medan. Namun, sejak tahun 1916 ia telah mengumpulkan berbagai karya sastra dan budaya Aceh sebagai wujud kecintaannya di bidang bahasa dan sastra. Anzib juga pernah memberikan kursus bahasa Aceh pada opsir-opsir Belanda.

Karir seninya mulai dibangun sejak ia belajar bermain biola pada tahun 1914-1916. Karena kepiawaiannya itu, ia menjadi violis dalam muziek-vereeniging Aceh Band yang dipimpin oleh ABC Theuvenet antara tahun 1917 sampai 1920. Setelah itu, ia menjadi violis di Deli Bioskop Kutaraja. Ia juga bergabung dengan  Muziek-vereeniging De Endracht. Tak puas hati, pada tahun 1922, ia pun mendirikan grup musik sendiri yang diberi nama laasmuziek di Lamnyong sampai tahun 1926. Sesudah itu hampir, ia vakum dalam dunia musik hampit seperempat abad lamanya. Baru pada tahun 1955 ia kembali bermusik.

Setelah kembali bermusik, ia menjadi violis orkes daerah Indahan Seulawah dan memainkan lagu-lagu daerah yang disiarkan melalui RRI Kutaraja. Lagu-lagu yang sempat populer waktu itu di antarnya Atjeh Lon Sayang, Nanggroe Atjeh, Bungong, Sulthan Iskandar Muda, Gunongan, Prang Atjeh dan sebagainya yang merupakan karangan Anzib dan kawan-kawan.

Tahun 1959, grup ini terpaksa harus bubar karena perbedaan pendapat antara DA Manua dan Anzib. DA Manua menginginkan segi-segi hiburan lebih ditingkatkan dengan tidak semata-mata membawakan lagu-lagu daerah. Perselisihan tersebut terlukis dalam beberapa catatan harian Anzib. “DA. Manua kurang mengetahui bahwa di daerah Aceh juga mempunyai lagu-lagu sendiri yang khas,” tulis Anzib dalam catatan hariannya tahun 1961.

Semasa hidup, Anzib telah menciptakan lebih dari 200 lagu Aceh. Tahun 1974, ia memperoleh Piagam Penghargaan dari Gubernur Aceh atas jasa dan karyanya di bidang bahasa dan pendidikan. Anzib Lamnyong akhirnya menghadap sang pencipta dalam usia 84 tahun di Banda Aceh pada 1976 silam.


Lain halnya dengan Anzib Lamnyong, tidak banyak informasi yang menjelaskan siapa itu T. Djohan. Sebagian orang mengaitkannya dengan almarhum Mayjen Teuku Djohan yang pernah menjadi Wakil Gubernur Aceh. 

Menurut investigasi yang dilakukan Atjehpost.co dengan putra almarhum Mayjen Teuku Djohan tersebut yang bernama Teuku Irwan Johan, mengungkapkan tidak benar bahwa ayahnya merupakan pecipta lagu Tanoh Lon Sayang

"Almarhum ayah saya, nyanyi pun tidak bisa. Jadi tidak benar kalau pecipta lagu Tanoh Lon Sayang adalah ayah saya,” ujar Teuku Irwan Johan sebagaimana kami kutip dari Atjehpost.co.


Berarti, besar kemungkinan Teuku Djohan yang dimaksud bukanlah Mayjen Teuku Djohan yang pernah menjadi Wakil Gubernur Aceh itu. Mungkin Teungku Johan yang lain yang mungkin seorang musikus sahabar dekat Anzib.


Teks Asli Lagu Aceh Lon Sayang

Menurut berbagai sumber, Lagu Tanoh Lon Sayang sebenarnya adalah versi pendek dari lagu karya Anzib Lamnyong berjudul Aceh Lon Sayang atau dalam ejaan lama ditulis ‘Atjeh Lon Sajang’. Meski tak ada bukti konkrit perubahan lagu Aceh Lon Sayang menjadi Tanoh Lon Sayang adalah kesepakatan bersama antara Teuku Djohan dan Anzib, yang pasti, lagu Aceh Lon Sayang diciptakan Anzib seorang diri. 


Ulasan Atjehpost.co dan musik.or.id menunjukkan lagu versi panjangnya dalam buku karya Anzib Lamnyong berjudul Irama Dairah Atjeh. Dalam buku yang diterbitkan tahun 1966 itu tertulis bahwa lagu Atjeh Lon Sajang diciptakan tahun dengan tulisan pada kanan atas terdapat tulisan :lagee ngoen sjaee (lagu dan lirik) ditulis oleh ANZIB.


Teks Asli Lagu Aceh Lon Sayang
(Foto: Atjehpost.co)


Berikut adalah lirik aslinya: 

ATJEH LON SAJANG 

1.
Dairah Atjeh tanoh lon sajang
Sabab disinan teumpat lon lahe
Tanoh keuneubah endatu mojang
Nibak teumpat njan lon udep mate

Di sinan teumpat gampong halaman,
Lampoh deungon blang luah bukon le
Laot ngon darat seuneubok ladang
Leupah le sinan djiteuka wase

2.
Mita raseuki tjari makanan,
Deungon peukajan bandum Tuhan bri
Hukum sjariat teeebet seumbahjang
Inong ngon agam geupubuet sare

Wareh ngon kawom karong ngon rakan,
Meuhimpon sinan hana tom meutjre
Meuaneuk tjutjo lam makmu aman
Han saeue sinan njang na meuseuke 

3.
Na pat lon peugah susah sukaran
Bak wareh rakan diuneuen ngon wie
Na soe tem tem tulong, 'oh matee alang
Na soe tem tanom, 'oh watee mate

Keuredja udep na soe peutimang
Na soeu peuseunang keureudja mate
Hate njang susah lon rasa seunang
Atjeh lon sajang sampoe 'an matee

Pada pengantar buku itu, Anzib mewanti-wanti bahwa semua syair dalam buku itu baru dapat dinyanyikan oleh orang lain atas persetujuannya. Ia bahkan melarang mengganti nada lagunya. 
Larangan itu ditulisnya dalam kalimat seperti ini:

Bandum sjae ngon panton dalam buku njoe, maseng-maseng ka na buku iramadji deungon not balok atawa not angka. Bek sagai-sagai geupeunjanji deungon lagu2 laen. (Semua syair dan pantun dalam buku ini, masing-masing sudah ada iramanya dengan not balok atau not angka. Jangan sekali-kali menyanyikannya dengan nada lain). 

Soe njang meunabsu keu buku iramadji, djeuet geulakee bak peungarangdji deungon geumeurunoe beukeubit-keubit. Meunjo ka djeuet ka geudeungo le pengarang, baro geubri peureuseutudjuan, djeuet geumeuen ditempat umum atau Studio RRI. (Barang siapa yang ingin iramanya, bisa meminta kepada pengarangnya dengan syarat dipelajari sungguh-sungguh. Kalau sudah mendapat persetujuan dari pengarang, barulah boleh dinyanyikan di tempat umum atau di Studio RRI).

Buhu ngen sjae dalam buku njoe nakeuh hak peungarang njang djeuet geutuntut nibak peungadelan meunurot peuratoran undang2 Negara Republik Indonesia. (Syair dalam buku ini adalah hak pengarang yang bisa dituntut di pengadilan menurut undang-undang Negara Republik Indonesia.

PEUNGARANG,
BANDA ATJEH, DJULI 1966



Label:

Posting Komentar

MKRdezign

{facebook#https://facebook.com/} {twitter#https://twitter.com/SeuramoeJeumpa} {google-plus#https://plus.google.com/u/0/104845329941163045524}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget